Virtual Reality Pra-Demensia: Teknologi Pendeteksi Dini – Virtual reality atau disingkat VR telah lama dikenal sebagai teknologi yang identik dengan hiburan dan pelatihan simulasi.
Namun, perkembangan terbaru membuktikan bahwa teknologi ini juga memiliki potensi besar di bidang kesehatan. Salah satu inovasi terkini adalah penggunaan Virtual Reality pra-Demensia untuk mendeteksi gangguan kognitif ringan dengan tingkat akurasi mendekati 90 persen.
Inovasi ini lahir dari kolaborasi antara peneliti perawatan primer dari SingHealth Polyclinics dan perusahaan lokal pengembang perangkat lunak VR, FXMedia. Mereka menciptakan sebuah alat asesmen kognitif berbasis VR bernama Cognitive Assessment by Virtual Reality atau Cavire-2.
Cavire-2 dirancang untuk menilai enam fungsi kognitif utama, yaitu memori, perhatian, bahasa, fungsi motorik-persepsi, kognisi sosial, dan fungsi eksekutif. Semua ini diuji melalui 13 skenario interaktif yang meniru aktivitas sehari-hari.
Contohnya, pengguna diminta untuk menghitung harga buah, memilih pecahan uang untuk berbelanja, hingga bereaksi terhadap suara tangisan bayi yang mengganggu. Semua dilakukan di dalam lingkungan virtual seperti flat HDB atau supermarket.
Khusus pada bagian kognisi sosial, peserta diminta untuk merespons situasi seperti melihat pesta ulang tahun atau kecelakaan lalu lintas. Tujuannya adalah mengamati bagaimana seseorang memproses dan merespons kondisi sosial di sekitarnya.
Dalam studi yang dilakukan oleh SingHealth Polyclinics, Cavire-2 terbukti mampu membedakan antara individu sehat secara kognitif dan mereka yang mengalami gangguan ringan dengan akurasi mencapai 88,9 persen. Bahkan, alat ini mampu mengidentifikasi individu tanpa masalah kognitif dengan tingkat akurasi 70,5 persen.
Hasil penelitian ini telah dimuat dalam jurnal ilmiah Virtual Reality edisi Juli. Hal ini menguatkan kredibilitas Cavire-2 sebagai inovasi berbasis VR pra-Demensia yang dapat diandalkan di lingkungan klinis.
BACA JUGA: Immersive Experience: Inovasi Interaktif di Era Digital
Metode tradisional seperti Montreal Cognitive Assessment (MoCA) dan Mini Mental State Examination (MMSE) selama ini digunakan dalam pemeriksaan kognitif. Namun, kedua metode ini berbasis kertas dan pena, serta dinilai kurang memiliki ecological validity. Atau kemampuan untuk mencerminkan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Prof. Tan Ngiap Chuan, Direktur Riset di SingHealth Polyclinics, celah ini justru sangat krusial. “Kita tidak tahu bagaimana seseorang sebenarnya menjalani aktivitas hariannya. Inilah yang coba kami isi melalui pendekatan berbasis VR,” ujarnya.
Salah satu keunggulan Cavire-2 adalah kemampuannya dalam merepresentasikan kondisi sosial dan budaya lokal. Lim Jie En, petugas riset di SingHealth Polyclinics, menjelaskan bahwa skenario dalam aplikasi ini telah disesuaikan dengan lingkungan khas Singapura, sehingga hasil asesmennya lebih relevan secara budaya dan kontekstual.
“Hal ini memungkinkan penilaian yang lebih akurat karena menyatu dengan realitas hidup sehari-hari pasien,” ujar Lim.
Urgensi akan teknologi seperti Virtual Reality pra-Demensia semakin tinggi seiring dengan pesatnya pertambahan usia lanjut di Singapura. Diprediksi bahwa pada tahun 2030, seperempat penduduk negara tersebut akan berusia diatas 65 tahun.
Bahkan, saat ini saja, sekitar satu dari delapan orang mengalami gangguan kognitif ringan. Dari angka tersebut, antara 10 hingga 18 persen berpotensi berkembang menjadi Alzheimer hanya dalam satu tahun.
Data ini menunjukkan bahwa penggunaan VR seperti Cavire-2 bukan cuma terobosan, tapi juga kebutuhan nyata dalam sistem pelayanan kesehatan.
Meskipun jadwal peluncuran resminya belum ditentukan, SingHealth Polyclinics telah merencanakan untuk mengadopsi Cavire-2 ke dalam layanan mereka. Jika direalisasikan, ini akan menjadi langkah besar dalam penerapan Virtual Reality pra-Demensia secara massal dan terstruktur di sektor kesehatan primer.
Inovasi seperti Cavire-2 membuktikan bahwa virtual reality bukan hanya alat hiburan, tetapi juga teknologi revolusioner dalam bidang medis.
Dengan akurasi yang tinggi, kontekstualisasi budaya lokal, dan pendekatan realistis terhadap kehidupan sehari-hari, Cavire-2 menjadi bukti nyata bahwa VR dapat mendeteksi pra-demensia secara lebih tepat dan manusiawi.
Ke depan, alat seperti ini akan memainkan peran penting dalam menghadapi tantangan populasi lansia yang terus bertambah.
IPTEC Digital Solution hadir sebagai penyedia jasa Virtual Reality Indonesia yang andal, termasuk untuk kebutuhan simulasi medis, edukasi, dan pelatihan berbasis VR.
IPTEC Digital Solution siap membantu institusi kesehatan dan edukasi mengembangkan pengalaman digital yang interaktif dan berdampak.
Percayakan solusi imersif Anda kepada IPTEC Digital Solution, mitra terpercaya untuk masa depan teknologi kesehatan di Indonesia.