Virtual Reality Medis untuk Pelatihan Onkologi Ginekologi – Inovasi terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, terutama dalam perawatan kanker.
Salah satu langkah terbaru datang dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) melalui inisiatif Rays of Hope dengan memperkuat pusat pelatihan regional, Anchor Centres, menggunakan perangkat virtual reality (VR).
Teknologi ini diterapkan khusus untuk pendidikan radioterapi ginekologi. Selain itu juga diharapkan dapat memperluas dampak pusat-pusat pelatihan tersebut dalam memperkuat kemampuan tenaga kesehatan di bidang onkologi.
Melalui penyediaan perangkat kacamata VR, Anchor Centres kini memiliki akses ke metode pelatihan interaktif yang memungkinkan para profesional medis. Untuk memahami proses radioterapi, mulai dari penempatan alat hingga prosedur brachytherapy.
Langkah ini dinilai mampu meningkatkan kompetensi tenaga medis. Sekaligus mempercepat proses pembelajaran yang sebelumnya sangat bergantung pada pengalaman langsung di ruang klinis.
Salah satu tantangan terbesar dalam perawatan kanker, khususnya kanker ginekologi seperti kanker serviks, adalah kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang. Di negara berpenghasilan rendah dan menengah, angka kejadian dan kematian akibat kanker masih tinggi.
Menurut Direktur Jenderal IAEA, Rafael Mariano Grossi, Anchor Centres memiliki peran strategis dalam menjembatani kesenjangan ini melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas tenaga medis secara regional.
Lebih lanjut, Direktur Divisi Kesehatan Manusia IAEA, May Abdel-Wahab, menyebutkan bahwa untuk mengimbangi beban kanker secara global di tahun 2050. Jumlah tenaga profesional bidang radioterapi perlu meningkat lebih dari 60%.
Dengan prediksi distribusi tenaga kerja yang tidak merata, diperlukan solusi kontekstual yang tepat. Guna mempercepat peningkatan kapasitas, terutama di negara berkembang.
Dalam rangka memperkuat pelatihan, IAEA menyelenggarakan lokakarya selama tiga hari yang melibatkan para ahli onkologi radiasi, terapis radiasi, dan fisikawan medis dari 12 Anchor Centres yang tersebar di berbagai negara.
Seperti Jepang, India, Thailand, Afrika Selatan, Turki, dan lainnya. Tujuan utama dari lokakarya ini adalah menyusun program pelatihan radioterapi ginekologi yang terstandarisasi di seluruh pusat pelatihan.
Hasil dari pertemuan tersebut adalah pengembangan kurikulum pelatihan yang seragam, yang akan membantu menjamin kualitas dan konsistensi pelatihan bagi tenaga medis di seluruh Anchor Centres.
Dengan standar yang jelas, proses belajar mengajar menjadi lebih efisien dan mudah diakses oleh peserta dari berbagai latar belakang.
BACA JUGA: Virtual Reality Pilot Jadi Inovasi Baru di Dunia Aviasi
Peran virtual reality medis sangat krusial dalam mendukung proses pelatihan ini. Dengan headset yang disediakan melalui kontribusi pemerintah Jepang, para peserta pelatihan dapat mengeksplorasi berbagai prosedur dalam lingkungan virtual yang menyerupai kondisi nyata.
Mereka dapat mempelajari posisi pasien, konfigurasi alat, hingga latihan prosedur brachytherapy dengan cara yang lebih fleksibel dan aman.
Menurut Krishantha Pillay, ahli onkologi radiasi dari Steve Biko Academic Hospital di Afrika Selatan, penggunaan headset VR memberikan pengalaman belajar yang mendalam dan praktis.
Teknologi ini membantu peserta pelatihan bekerja sesuai modul tanpa tekanan waktu, sekaligus mengurangi beban tenaga pendidik.
Hal senada disampaikan Mohammad Abdulraheem dari King Hussein Cancer Center di Yordania. Ia menekankan bahwa penggunaan VR memungkinkan simulasi medis yang efektif, bahkan di ruang onkologi radiasi yang sibuk.
Selain menjaga privasi pasien, metode ini juga memberikan kesempatan kepada peserta untuk berlatih langsung dalam lingkungan yang realistis tanpa risiko klinis.
Program ini mendapat dukungan dari berbagai negara, termasuk Belgia dan Amerika Serikat yang memberikan pendanaan tambahan untuk pengembangan konten pelatihan berbasis Virtual Reality.
Selama pembukaan lokakarya, perwakilan negara-negara tuan rumah Anchor Centres, termasuk duta besar dari Jepang, Argentina, Turki, dan lainnya. Menyatakan komitmennya untuk terus mendukung program ini sebagai bagian dari upaya global melawan kanker.
Duta Besar Jepang untuk Organisasi Internasional di Wina, Atsushi Kaifu, memberikan apresiasi terhadap kolaborasi antara sektor pemerintah dan swasta yang telah mewujudkan proyek penting ini.
Beliau juga menekankan pentingnya melanjutkan perjuangan bersama karena setiap pasien, di mana pun berada, berhak mendapatkan harapan dan akses terhadap pengobatan terbaik.
Teknologi virtual reality medis menjadi solusi inovatif yang relevan untuk meningkatkan kapasitas tenaga medis, khususnya di bidang radioterapi ginekologi.
Dengan pendekatan pelatihan yang terstandarisasi dan interaktif, Anchor Centres dapat memainkan peran. Kunci dalam memperluas jangkauan layanan kanker berkualitas di berbagai penjuru dunia.
Inisiatif ini tidak hanya membantu dalam pengembangan keterampilan teknis. Akan tetapi juga dalam menjembatani kesenjangan akses layanan kesehatan yang masih menjadi tantangan global.
Jika Anda tertarik mengembangkan teknologi kesehatan. Seperti virtual reality medis untuk pelatihan, edukasi, atau simulasi klinis, IPTEC Digital Solution hadir untuk mewujudkannya.
Hubungi kami untuk solusi terintegrasi berbasis Virtual Reality Indonesia yang dirancang khusus sesuai kebutuhan institusi medis dan pendidikan Anda.