


Godfather AI Tinggalkan Meta demi Ide Baru – Dunia kecerdasan buatan kembali digemparkan oleh kabar mengejutkan: salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah AI, yang sering dijuluki Godfather AI, yakni Professor Yann LeCun, resmi meninggalkan Meta setelah 12 tahun berkarier di perusahaan tersebut. Keputusan ini sontak menarik perhatian, terutama karena LeCun dianggap sebagai sosok kunci dalam kemajuan deep learning modern.
Ironisnya, hanya beberapa minggu sebelum pengunduran dirinya, LeCun menerima penghargaan dari Raja Charles di Inggris atas kontribusinya dalam pengembangan kecerdasan buatan. Namun, di balik perayaan itu, tersimpan perbedaan pandangan yang semakin jelas antara dirinya dan arus utama perkembangan AI saat ini.
Selama berada di Meta, LeCun menyaksikan banyak fase naik-turun industri kecerdasan buatan. Ia meraih Turing Award, penghargaan paling prestisius di dunia komputer. Selain itu menjadi saksi langsung lahirnya gelombang besar AI generatif, terutama setelah ChatGPT dirilis pada 2022 oleh OpenAI.
Namun keputusan hengkangnya tidak terjadi dalam ruang hampa. Dunia teknologi sedang memandang fenomena AI Bubble, di mana nilai dan ekspektasi terhadap teknologi AI meningkat drastis hingga dinilai tak lagi realistis. Banyak analis khawatir bahwa jika bubble ini pecah, dampaknya akan meluas ke berbagai sektor ekonomi global. Bahkan CEO Google, Sundar Pichai, mengaku tidak ada perusahaan, termasuk Google sendiri yang benar-benar aman dari risiko tersebut.
Di tengah situasi penuh ketidakpastian itu, sang Godfather AI memilih jalur baru.
BACA JUGA: Australia Larang Anak di Bawah 16 Tahun Gunakan Medsos
Keputusan LeCun menjadi perbincangan hangat usai ia mengumumkan pengundurannya melalui Threads. Dalam unggahannya, ia berterima kasih kepada Mark Zuckerberg dan menyebut laboratorium FAIR (Fundamental AI Research) sebagai pencapaian penting selama berada di Meta.
Namun dari berbagai pernyataan dan laporan yang beredar, terlihat jelas bahwa ia memiliki perbedaan visi mengenai arah masa depan AI. Sementara banyak perusahaan besar fokus mengembangkan large language models (LLM), LeCun justru menilai pendekatan tersebut terlalu terbatas untuk menciptakan kecerdasan yang benar-benar mendekati manusia.
Ia lebih percaya pada pendekatan baru yang disebutnya advanced machine intelligence. Pendekatan ini berusaha meniru cara anak kecil mempelajari dunia melalui pengamatan visual dan pengalaman langsung, bukan hanya mengolah data dalam jumlah masif seperti LLM. Menurut sang Godfather AI, cara belajar manusia jauh lebih efektif untuk membangun sistem AI tingkat lanjut.
Meski memilih mendirikan perusahaan baru, LeCun memastikan dirinya tetap menjalin hubungan profesional dengan Meta. Ia mengatakan perusahaan barunya akan bermitra dengan Meta dalam beberapa proyek tertentu. Namun banyak pihak menilai langkah ini tetap mencerminkan semakin jauhnya LeCun dari visi riset AI yang kini diutamakan Meta.
Berbeda dari Geoffrey Hinton dan Yoshua Bengio, dua tokoh lain yang kerap disandingkan dengannya sebagai Godfather AI, LeCun juga memiliki pandangan berbeda mengenai ancaman AI. Ia secara konsisten menolak anggapan bahwa AI bisa mengancam keberadaan manusia. Ia bahkan menyebut ketakutan tersebut sebagai “sangat tidak masuk akal”. Baginya, AI tidak akan “mengambil alih dunia”, dan kekhawatiran itu hanya mencerminkan proyeksi sifat manusia ke dalam mesin.
Meski banyak pihak mengakui kontribusinya, tidak sedikit yang menilai LeCun terlalu meremehkan pandangan lain. Profesor Gary Marcus, salah satu pengkritik AI generatif, menilai karya dan kontribusi LeCun memang nyata, tetapi ia kerap mengabaikan kontribusi peneliti lain, termasuk dirinya.
Perdebatan ini menunjukkan bagaimana dunia kecerdasan buatan sebenarnya masih mencari arah. Apakah masa depan AI berada pada pendekatan LLM? Apakah advanced machine intelligence milik LeCun bisa mendefinisikan ulang teknologi? Ataukah dunia teknologi sedang terjebak dalam hype yang memicu AI Bubble?
Yang jelas, keputusan sang Godfather AI meninggalkan Meta menandai babak baru dalam perjalanan industri ini.
Kepergian Yann LeCun dari Meta bukan sekadar perpindahan karier, melainkan sinyal penting tentang perdebatan filosofis di balik pengembangan AI. Dengan pengalaman panjang dan pandangan kritisnya, langkah LeCun berpotensi membuka arah baru bagi teknologi kecerdasan buatan, terutama ketika dunia tengah mempertanyakan masa depan AI Bubble dan arah inovasi selanjutnya.
Di tengah perubahan cepat teknologi seperti Godfather AI dan inovasi lainnya, bisnis membutuhkan mitra digital yang bisa diandalkan. IPTEC Digital Solution hadir melalui layanan Jasa Augmented Reality, Jasa Virtual Reality, dan Virtual Reality Indonesia untuk membantu perusahaan membangun solusi digital yang relevan, futuristik, dan aman. Saatnya membawa bisnis Anda ke level berikutnya dengan strategi digital yang terukur dan inovatif.